SI KUTU BUKU
Libur sekolah sudah usai. Perasaanku untuk Kembali ke Sekolah sangat ku tunggu karena akan bertemu teman-teman dan juga kelas baru.
Liburan kali ini kurang berkesan untukku karena tidak ada kegiatan yang benar-benar kusenangi bisa kulakukan.
Biasanya setiap liburan sekolah, Ibu dan Ayah akan mengajariku cara berkebun atau jalan-jalan ke rumah teman ibu yang sama-sama merantau seperti keluarga kami.
Namaku Nyimas, aku adalah anak tunggal, usiaku adalah 14 tahun bulan ini. Aku bersekolah di SMPN 4 Nusantara. Sekarang aku sudah kelas VIII.
Waktu kelas VII kemarin banyak kegiatan rutin yang aku lakukan salah satunya adalah berkunjung ke perpustakaan sekolah.
Aku menghabiskan Sebagian waktuku di perpustakaan karena jatuh cinta pada pandangan pertama dengan buku-buku juga petugas perpustakaan.
“ Mbak, kalau mau pinjam buku tiga boleh?,” tanyaku kepada Mba Mina,perempuan kurus berambut keriting yang selalu ada di perrpustakaan.
“Dua dek. besok kan bisa pinjam lagi tapi buat kartu dulu ya, Namanya siapa dek?,” tanyanya Kembali.
“Nyimas mba, kelas VII C sekarang VIII D." kataku menjawab.
“Waktunya pembaharuan kartu dek. Punyamu sudah waktunya ganti."
Mba Minah memperlihatkan kartu identitasku yang sudah penuh. Kuserahkan kartu anggota ku dan tidak sampai 5 menit kartu pinjaman baru perpustakaan pun sudah selesai dibuat mba Minah.
Mataku masih tertuju ke rak buku pertama yang berisi kumpulan cerita rakyat dan buku terjemahan. mataku tertarik dengan buku terjemahan karya Enid Blyton.
Buku ini buku favoriteku, karena waktu membacanya membuatku seperti berada disana. Berimajinasi boleh kan?
Jujur, aku tertarik membaca sypnosisnya. Ku baca bukunya dari halaman satu ke halaman selanjutnya. Keren sekali, buku lima sekawan dengan peliharaan Anjingnya.
Hampir setengah buku yang berjudul Rahasia dipulau kirin selesai kubaca. Aku tidak tau ini series ke berapa, ku berjalan dan mencari buku lainnya yang ingin ku baca. Selanjutnya ku ambil buku kedua yang ingin kubaca yaitu Di pulau harta.
“Mbak, saya mau pinjam dua buku yang ini,” kataku sambil memberikan bukunya beserta kartu yang baru kubuat tadi.
Mba minah langsung mencatat kode buku dan mencabut kartu dibelakang bukunya. Aku berjalan Kembali ke kelasku karena bell masuk sudah berbunyi.
“Baca buku terooos,” kata Rini teman sebangku di kelas.
“Seru tau,” jawabku sambil memasukkan buku pinjamanku di tas.
“Kalau aku yang pinjem, yang ada jadi pajangan di tas,” kata rini terkekeh.
"Minjem buku ndak di baca, ya rugi rin,” kataku lagi.
“Baca buku adalah hal yang sangat berat im, baru baca halaman awalnya aja udah ndak tertarik,” katanya lagi.
“Besok kita ke perpus ya, nanti aku akan kasih tips bagaimana caranya mencintai buku,” kataku menimpali.
Dia mengangguk dan beberapa menit kemudian pelajaran IPA segera dimulai. Guru IPA kelas VIII yang mengajariku adalah Ibu Sri Mulyani. Guru favorite anak kelas VIII dikelasku karena cara mengajarnya mudah dipahami. Walaupun pada kenyataanya aku tidak terlalu menyukai hitung-hitungan pada pelajaran IPA.
“Anak-anak untuk pelajaran hari ini, mari kita mengunjungi perpustakaan dan silahkan cari Ensiklopedia hewan,” kata bu Sri setelah selesai mengabsensi siswa di kelas.
Kami anak kelas VIII D satu persatu keluar kelas dan berkelompok menuju perpustakaan sekolah.
“anak-anak minta tolong perhatiannya. Tolong jangan ambil buku lainnya selain yang bu sri sebutkan dikelas tadi. Tolong bentuk 5 kelompok, karena terbatasnya buku yang kita punya di perpus ini. Catat dan kumpulkan bukunya kolektif di meja bu sri,” begitu informasi yang kutanggap dari Bu Sri barusan.
Semua anak menyebar ke sudut-sudut ruang. Yang membuat kami nyaman adalah pilihan kami sebagai tempat kami mencatat Bersama.
"Im, kamu kan suka baca, tolong kamu aja yang ngerangkum terus nanti kita bisa lihat punyamu,” kata Guntur dengan malas.
“Kenapa aku? Kan ini tugas Bersama.” Kataku lagi.
“Karena kamu sudah terbiasa, aku yakin kamu lebih menguasai materi ini,” kata anak-anak lain bersamaan.
“Biar kita paham semua , kita harus membaca. “ kataku tegas.
“Aku ga paham im, apa yang menarik dari buku ini. Sudah tebal dan pakai Bahasa latin,” kata kesya menambahi.
"Begini saja, kita bagi per halaman saja biar kita paham.” Kataku lagi.
Pada akhirnya semuanya ikut membaca, karena bila tidak ada keinginan maka tidak akan paham materinya. Walaupun terpaksa pelan-pelan teman-temanku mau membaca buku.
0 Komentar