MAS AWAN

" Aku denger Mas," Kataku kepada laki-laki yang bernama Awan. Laki-laki yang kukenal sejak SMA hingga saat ini. Sosok yang kurindukan kedatangannya, karena memang sudah lama kami tidak bertemu. 

"Kamu egois fi, kerja sampai lupa waktu," katanya sambil megang pundakku.

Suasana malam ini membuat nafsu makan ku hilang begitu saja.

"Kalau aku Ndak kerja siapa yang mau bayarin kebutuhanku dan keluargaku di kampung mas." Dia diam dan menatap mataku tajam.

"Makan dulu, kerja ada jamnya juga kan." Ayam geprek dan lemon tea kesukaanku begitu menggoda untuk ku santap, tiba-tiba sesosok lelaki bertubuh tinggi kurus itu mengambil ahli laptopku dan kemudian menutupnya.

"Kalau kamu sakit, siapa yang peduli?" Aku diam sambil mengigit bibirku yang terasa dingin sekali.

Jam menunjukkan pukul 22.22. aku diantar Awan pulang ke kontrakanku. Lelah dan aku butuh tidur. Agar besok aku tetap bisa waras untuk mencari rezeki yang halal dan berkah.

***

Adzan subuh membangunkan tidur lelapku,segera ku beranjak dari tempat tidur walaupun rasanya masih ingin berlama-lama bergulung dengan selimut. 

Selesai sholat, handphoneku berdering. Ada videocall by Wa dari ibuku. ibuku yang kemarin lupa ku kasih kabar seperti biasanya. 

"Assalamualaikum nak cantik ibu, cemane kabar e?" Suara khas ibuku yang selalu ku rindukan. 

"Wa'alaikumussalam, kabar baik Bu. Cuma gawean tengah banyak ni. Maaf baru acak ngabarin sekarang," kataku lagi

"ibu ni lah nunggu kau dari kemaren malem.lah kayak orang penting je, " kata ibu bergurau riang.

"Ha..ha..aamiinkan lah bu,makin cikar kali ibuku ni, bapak mane Bu,?"Sambil ku alihkan pandanganku mencari sosok ayahku yang tak ada.

"kau kayak dak tau bapakmu  je, di kebun lah. Kau jangan lupa makan ye, sayu nian lah wajahmu. Telat makan Ken?," Tanya ibu sambil memandangi ku lagi. 

Aku mengangguk.

" Kerja Ade waktu e fi, badanmu makin hari makin kayak pensil," kata ibu lagi.

" Iya Bu, kelak dak lupa makan agik lah," kataku menenangkan ibu. 

" Makan lah ape yang nak kau makan, mumpung sehat kek agik hidup. Men kau lah sakit yang enak pun dak enak fi," seperti biasa ibu masih belum puas memberi kan perhatiannya. Anak yang jauh dari penjagaannya dan selalu di pantau setiap waktunya.

 Aku pamit mematikan telpon karena mau bersiap berangkat kerja. Tidak seperti biasanya awan menjemput ku di kontrakan. Setelah berpakaian lengkap, lekas ku keluar dari kontrakan dan mengunci pagar rumahku.

" Pulang jam berapa nanti Fi,?" Tanyanya singkat.

" Kalau ga ada tambahan, ya jam 5 mas," kataku sambil memakai helm yang dikasihnya.

" Nanti aku jemput," aku mengangguk.

Hari ini aku sedang tidak mau berdebat dengan awan. Karena yang akan terjadi kami akan sama-sama kalah.

Jalanan pagi ini cukup macet, karena anak sekolah sudah masuk seperti biasanya.

" Sarapan dulu ya," katanya lagi.

" Oke," aku mengangguk.

" Fi, makan. Jangan di aduk-aduk aja," 

"Iya mas," ku makan sarapan pagi ku walaupun ku tau perutku ingin memuntahkannya.

" Jadi selama ini kamu Ndak pernah sarapan? Ya Tuhan fi, aku mikirin kamu loh. Tak ambil cuti biar aku ndak perang sama isi kepalaku. Laki-laki itu bukan kayak perempuan fi, kamu cerita kalau ada apa-apa," aku mendengar kannya sampai dia selesai mengeluarkan isi kepalanya.

" Sarapan mas, cuma jamnya di rapel siang," kataku sambil tersenyum.

" Gila, masih bisa senyum. Aku yang lihat caramu makan bubur jadi Ndak nafsu makan," katanya lagi.

" Iya mas. Cuma kan kamu tau, aku Ndak suka bubur. Kan yang suka bubur kamu," kataku terkekeh melihat wajahnya yang masih kesal kepadaku.

Laki-laki didepan ku memang unik. Cara memperlakukan wanita dengan hati ke hati. Walaupun bila di dengar orang bisa menjadi ghibahan gratis karena melihat cara komunikasi kami. 

Bersyukur rasanya memilikinya, karena sedikit mengurangi beban otak yang pada zaman sekarang lebih menguras energi dan waktu.